Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

-advertising-

Beranda > Iptek > LPAI Sambut 2019; Makin Mendekati Kaum Millenial

LPAI Sambut 2019; Makin Mendekati Kaum Millenial

Iptek | Kamis, 27 Desember 2018 | 13:24 WIB
Editor : ARUL Muchsen

BAGIKAN :
LPAI Sambut 2019; Makin Mendekati Kaum Millenial

Aneka Bakti, Kemsos, Salemba, Jakarta, Kabarindo- Dilaporkan melalui data serta pengalaman empiris Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) saat menangani laporan kasus yang masuk sepanjang tahun 2018, didapati banyak sekali temuan yang menarik untuk disoroti. Data inu didapat melalui hasil laporan langsung masyarakat, temuan dan referal yang berlangsung sepanjang tahun 2018, LPAI telah menerima dan menangani 109 laporan kasus yang melibatkan anak, dimana klaster laporan terbanyak didominasi masalah 'Keluarga dan Pengasuhan Alternatif sejumlah 65 kasus (60%).

Klaster kedua yang juga mendominasi adalah 'Anak berhadapan dengan Hukum sejumlah 16 kasus (16%) dengan rincian 'Anak Korban Kekerasan Fisik' 16 kasus (15%). Mengikuti setelah itu, 'Anak dan Masalah Pendidikan' sejumlah 6 kasus (5%), 'Anak dan Penyalahgunaan Medsos' 1 kasus.

Dari total 109 kasus yang diterima di sepanjang tahun 2018 tereebut, semuanya adalah laporan baru sepanjang tahun 2018, 63 kasus (55%) masih ditangani dan 47 kasus (45%) telah dinyatakan selesai dan tertangani dengan baik (case closed).

"Menarik, LPAI dari sisi sosialisasi dan advokasi, LPAI juga menawarkan dan sudah membentuk Seksi Perlindungan Anak tingkat RT disingkat SPARTA. Sparta sudah berhasil di bentuk di beberapa daerah seperti Tangerang Selatan, DKI, Bekasi-Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan daerah lainnya," papar lugas Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia-LPAI, Dr.Seto Mulyadi, Psi, M.Psi yang kerap disapa Kak Seto.

Sementara itu kak Henny selaku Sekjen juga mengingatkan tentang segitiga maut dan imbas pada anak sebagai salah satu bentuk perlakuan salah, "Akibat perceraian orang tua dengan tindakan memutus hubungan anak dengan salah satu orangtuanya yang dilakukan oleh orang tua lainnya dapat dilakukan secara fisik maupun psikis. Secara fisik, salah satu orang tua dengan sengaja melarang, menutup akses atau sangat membatasi anaknya berjumpa face to face dengan orang tua yang lain. Apabila pemutusan hubungan dilakukan secara psikis, pertemuan secara fisik bisa jadi tetap berlangsung kendati dengan alokasi waktu yang tidak memadai. Seiring dengan itu, pihak orang tua yang menguasai si anak (alienating parent) dengan sengaja pula menerapkan tekanan-tekanan mental terhadap anak tersebut.agar mengalami keterputusasaan batiniah dengan orang tuanya yang lain (alienated parent). Hasutan, caci maki dan cerita-cerita kebohongan tentang orang tua yang lain adalah modus umum yang kerap dilakukan sebagai bentuk pemutusan hubungan secara paksa itu," jelas Kak Henny Hermanoe.

Kak Seto menambahkan, akibatnya tidak tertutup kemungkinan pada diri anak akan berkembang Parental Alienation Syndrome - PAS. "Jika itu yang terjadi, gejalanya adalah anak menjadi enggan bertemu merasa asing, atau bahkan bermusuhan dengan orang tua yang 'berseberangan'.

Redaksi mentelisik aktivitas Psikososial LPAI bersama Kemsos sepanjang 2018, Apakah Basarnas dan BNPB tidak dirangkul oleh LPAI mewujudkan divisi Trauma Healing Team Pasca Bencana? Hal yang lain adalah medsos dan apps dari LPAI seperti MataKota yang sudah berjalan? Terakhir adalah regenerasi Kak Seto Goes To School, mulai ToT activity, workshop kepada kampus yang memiliki Fakultas Psikologi agar makin banyak volounteer Sahabat Anak yang punya ilmu psikologi serta tentu saja secara eksistensi Kak Seto mulai usia TK, SD sampai SMA-SMK agar Anak Indonesia bersama Kak Seto.

"Jangan tunggu nanti, mulai besok semua itu harus jalan dan LPAI akan bersurat agar sinergi tersebut terwujud, kami akan mendekati kalangan millenial dengan medsos dan apps bersama semua pihak," ucap Kak Seto lantang.


RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER