Burger Menu
Logo

KABAR BAIK MENCERAHKAN

-advertising-

Beranda > Ekonomi & Bisnis > Masyarakat Perlu Berinvestasi Optimal; pada Masa New Normal

Masyarakat Perlu Berinvestasi Optimal; pada Masa New Normal

Ekonomi & Bisnis | Jumat, 26 Juni 2020 | 16:42 WIB
Editor : Natalia Trijaji

BAGIKAN :
Masyarakat Perlu Berinvestasi Optimal; pada Masa New Normal

Masyarakat Perlu Berinvestasi Optimal; pada Masa New Normal

Perekonomian dan pasar saham berpeluang membaik

Surabaya, Kabarindo- Hingga akhir Mei lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja -24,54% sepanjang tahun ini. Sepanjang Mei, IHSG melanjutkan rebound kembali dengan kenaikan tipis +0,79% dibandingkan pada April.

Sementara kinerja pasar obligasi lebih unggul dibandingkan pasar saham di mana BINDO Index tercatat memiliki kinerja +1,38% sepanjang tahun ini dan +2,57% pada Mei. Kenaikan nilai aset saham dan obligasi masih ditopang oleh relaksasi kebijakan moneter dari bank sentral serta stimulus fiskal yang masif dari hampir seluruh negara di dunia.

Optimisme akan pembukaan kembali ekonomi setelah dicabutnya kebijakan karantina wilayah juga menambah sentimen positif di pasar keuangan. Presiden Direktur Schroders Indonesia1, Michael T. Tjoajadi, optimistis pasar saham akan kembali tumbuh pesat pada 2021 seiring dengan proyeksi membaiknya pertumbuhan ekonomi global.

Menurut ia, dalam beberapa minggu terakhir bursa saham global mulai mengalami perbaikan didukung oleh sentimen positif dari pembukaan kembali negara-negara setelah masa karantina akibat covid-19. Pasar masih akan berfluktuasi dalam beberapa bulan ke depan namun optimisme akan pengembangan vaksin covid-19 dan dimulainya kembali aktivitas perekenomian dan bisnis memberikan support untuk ekonomi dunia dan pasar.

“Dengan tatanan baru ini, ekonomi akan membaik pada 2021, peluang investasi menjadi besar, karena kalau ekonomi membaik perusahaan akan membaik, ini yang kita lihat pada 2021. Saat ini menjadi waktu yang tepat untuk berinvestasi. Ini memberikan confidence, nantinya capital market di negara emerging market seperti kita juga akan memberikan harapan untuk investasi,” kata Michael.

Head of Wealth Management & Premier Banking Bank Commonwealth, Ivan Jaya, menyebutkan jika dibandingkan stabilitas dan ketahanan ekonomi Indonesia saat ini dengan kondisi pada saat krisis sebelumnya, baik pada 2008 maupun 1998, bisa dibilang jauh lebih baik.

Sebagai contoh, inflasi saat ini yang stabil dan terjaga rendah di kisaran 3% (vs.12% pada 2008, 82% pada 1998). Selain itu, cadangan devisa saat ini jauh lebih besar, sehingga dapat dijadikan amunisi untuk menjaga stabilitas rupiah serta menahan laju pelemahan rupiah. Cadangan devisa Indonesia hingga akhir Mei berada pada level 130,5 miliar dolar (vs.50 miliar dolar pada 2008, 17 miliar dolar pada 1998) atau setara dengan pembiayaan 8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Kondisi fundamental Indonesia yang cukup baik ini, lanjut Ivan, dapat membuat para investor asing kembali melirik Indonesia sebagai salah satu negara emerging market yang menjadi tujuan investasi. Pasar obligasi Indonesia saat ini menawarkan tingkat real yield yang cukup atraktif jika dibandingkan dengan negara emerging market lainnya yaitu sekitar 5,16%.

“Di sisi lain, pasar saham mendapatkan angin segar sejak dibukanya kembali ekonomi di berbagai negara setelah karantina wilayah. Hal ini menandakan akan dimulainya pemulihan ekonomi dan bisa dijadikan momentum untuk berinvestasi jangka panjang,” jelas Ivan.

Meski demikian, volatilitas diperkirakan masih akan tinggi dalam beberapa bulan ke depan jika pandemi Covid-19 masih belum usai. Menurut Ivan, yang terpenting dilakukan investor pada masa apapun terutama yang baik dilakukan dengan kondisi saat ini adalah diversifikasi aset.

Pada saat ini, Ivan menyarankan investor untuk menyesuaikan alokasi aset portofolionya. Untuk investor dengan profil risiko balanced direkomendasikan untuk sementara mengurangi porsi saham dan mengalihkan ke obligasi untuk menurunkan tingkat volatilitas portofolio. Proporsinya 25% reksa dana saham, 40% reksa dana pendapatan tetap atau obligasi, 35% reksa dana pasar uang. Sedangkan untuk investor dengan profil risiko agresif idealnya memiliki portofolio yang terdiri dari 60% reksa dana saham, 25% reksa dana pendapatan tetap atau obligasi dan 15% reksa dana pasar uang. Jangan lupa agar tetap aman investasi dari rumah saja melalui digital yaitu bisa dari internet atau mobile banking.

Penulis: Natalia Trijaji


TAGS :
RELATED POSTS


Home Icon


KATEGORI



SOCIAL MEDIA & NETWORK

Kabarindo Twitter Kabarindo Instagram Kabarindo RSS

SUBSCRIBE & NEWSLETTER